Sajak Seorang Pelajar Kepada Gurunya




Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Bapak-bapak dan ibu-ibu guru yang saya muliakan
Tiap tahun selalu ada hari untuk mengenang hari guru
Dan hari ini wajah-wajah para guru kembali dipenuhi kebahagiaan
Karena mengenang hari guru
Ibarat memperingati hari ulang tahun diri sendiri
Tapi bolehkah saya bertanya:
apakah bapak-bapak dan ibu-ibu bakal menjadi
guru yang dikenang generasi kemudian
sebagaimana hari ini, saya, bapak dan ibu guru
mengenang jasa guru-guru yang terdahulu?

Pertanyaan tersebut harusnya dimiliki oleh semua guru yang ada di sini
Dan semua guru yang ada di seluruh Indoensia bahkan seluruh dunia
Sebab, salah satu tujuan diadakannya acara ini adalah
untuk ‘mengingatkan’ para guru; tentang betapa mulianya tugas mengajar dan mendidik

Akan tetapi, jika sepulangnya dari sini
bapak-bapak dan ibu-ibu guru masih tidak memahami tujuan dari peringatan hari guru ini
Berarti ‘momentum mengenang guru‘ ini: telah gagal total

Hari ini bapak-bapak dan ibu-ibu guru berkumpul mengenang, misalnya,
seorang guru yang dibuang ke Cubo
lantaran tidak mau manut seperti ayam terhadap penguasa
Hari ini bapak-bapak dan ibu-ibu guru berkumpul mengenang, misalnya,
seorang kepala sekolah yang diturunkan dari jabatannya
karena tidak mau menerima dana 40 juta
Mengapa? Sebab, sebelumnya sang kepala sekolah
telah menandatangani satu surat yang berisi data
dengan dana pembangunan parkiran sekolah sebesar Rp50 juta.

Hari ini bapak-bapak dan ibu-ibu guru mengenang, misalnya
seorang guru yang dibuang ke Gampong Janda
sementara di tempat dulunya ia mengajar
para siswa kelas XII sedang was-was karena sebentar lagi akan menghadapi UN
Dan guru mereka dimutasi tanpa aba-aba

 “Ini bukan sekolah pemerintah,
tapi sekolah nenek moyang si penguasa,” sindir seorang guru yang berempati

Dan, hari ini pun bapak-bapak dan ibu-ibu guru mengenang, misalnya
Kisah para guru yang naik pangkat setelah menyerahkan sejumlah uang
Agar si guru berhak mendapatkan selembar surat penegasan bahwa
Guru A sudah naik pangkat dari III C ke III D
Guru B sudah naik pangkat IV B sesudah mengirimkan ongkos untuk 2 artikel dan 1 PTK
Meskipun kutipan di dalam artikel dan PTK tersebut sama sekali tidak sesuai dengan keterangan di lembaran daftar pustaka

Tentu semua guru di sini tahu belaka bahwa ada berbagai status guru di masa kini
Ada guru sertifikasi, ada guru honor, dan ada guru bakti
Namun, saya tidak tahu dengan pasti kriteria apa yang menegaskan
bahwa guru sertifikasi lebih bermutu dibandingkan dengan guru bakti
karena sertifikasi tidak menjadi jaminan bermutu tidaknya seorang guru

karena ada guru yang mengajar dan mendidik semata-mata karena gaji
dan ada guru yang mengajar dan mendidik tidak hanya karena gaji

Sebagai seorang pelajar, kami tahu, bahwa tujuan pembelajaran ada tiga: pertama, menciptakan manusia yang berakhlak; kedua, menciptakan manusia yang berwawasan lokal dan global; dan ketiga, memiliki keterampilan di pelbagai aspek kehidupan

Sebagai seorang pelajar, kami mendambakan guru yang menginspirasi
Sebagaimana pernah dibicarakan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu Anies Baswedan
Guru-guru yang bersedih hati
Bila muridnya belum mengerti apa yang diterangkannya
Guru-guru yang menangis bahagia melihat kami, siswa-siswanya,
Menjadi orang yang berguna
Sukses dunia dan akhirat

Tapi bukan bangga karena kami, para muridnya,
Kerja di bank, tapi jadi pencuri
Kerja di kantor, tapi jadi pencuri
Kerja di rumah sakit, tapi jadi pencuri
Kerja di kejaksaan, tapi jadi pencuri
Kerja di luar negeri, tapi jadi pencuri

Pencuri bukanlah penanda siswa yang berkarakter
Sebab definisi karakter, lebih kurang berbunyi: tahu sopan-santun, punya budi pekerti, akhlakul karimah, dan lain-lain sebagainya

Tapi, cobalah bapak-bapak dan ibu-ibu guru berkata sejujurnya
Berapa persen para guru yang berkarakter: tahu sopan-santun, punya budi pekerti, akhlakul karimah, dan lain-lain sebagainya
Menurut analisa saya; siswa yang berkarakter sebanding banyaknya
dengan guru yang berkarakter
dan guru yang tidak berkarakter sebanding banyaknya
dengan siswa yang tidak berkarakter
Itu rumus penemuan saya
Untuk menghitung persentase guru berkarakter dan tidak berkarakter
Dan persentase siswa berkarakter dan tidak berkarakter

Benar memang bahwa keluarga dan lingkungan sosial juga menentukan
Berkarakter tidaknya seorang pelajar seperti saya
Para guru juga butuh kerjasama yang baik dengan orang tua serta masyarakat
Karena sudah lazimnya bahwa input pendidikan yang baik
Secara otomatis akan menghasilkan output pendidikan sesuai harapan negara dan bangsa

Oleh karenanya, langkah pertama mengkarakterkan para pelajar seperti saya adalah
Dengan mengkarakterkan lebih dulu para guru
Jika tiap tahun persentase guru berkarakter terus meningkat
Maka dengan sendirinya persentase siswa berkarakter pun terus meningkat

Sebagai seorang siswa
Sebagai seorang anak didik yang sedang menimba ilmu di sebuah sekolah menengah atas
Saya mohon maaf sebesar-besarnya bila ada kata-kata yang tidak tepat
Ataupun tidak mengenai sasaran kritik yang saya mau

Barangkali, karena, hancurnya dunia pendidikan tidak sepenuhnya karena guru
Tapi juga faktor-faktor lain yang melingkari kehidupan manusia

Oleh karenanya, sekali lagi, mohon maaf yang sebesar-besarnya
Jika puisi bernada protes ini saya bacakan di hadapan para guru
Padahal, nistanya pendidikan Indonesia dan Aceh secara khusus
bukan semata-mata karena guru
Itulah tadi yang saya maksudkan: bila sasaran kritik saya salah alamat

Puisi ini sengaja saya tulis dengan nuansa protes dan berjenis mimbar atau pamplet
Seperti kebanyakan puisi-puisi W.S. Rendra yang kesemuanya saya suka
Alasan saya memilih nuansa protes dan jenis mimbar, hanya satu: sebab, selama ini, pembacaan puisi seringkali dianggap cuma sekadar aksesoris seremonial di acara-acara seperti ini.

Salam Hari Guru
Salam Oemar Bakri
Salam Pak Guru-nya Iwan Fals


Rungkom, 13 Desember 2014



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guru PPL Bukan Babu

Manohara

Soliloqui Seorang Caleg